Hewan Kurban. Salah satu syiar agama Islam adalah berkurban (udhhiyyah). Berkurban dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak pada waktu-waktu tertentu, yaitu dimulai dari Hari Raya Kurban (10 Dzulhijjah) sampai berakhirnya Hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
Hukum berkurban itu sendiri adalah sunnah mu’akkadah dan berlaku secara kifayah bagi satu keluarga. Konsekuensinya bila salah satu anggota keluarga sudah melaksanakan kurban, maka seluruh anggota keluarga akan mendapatkan keutamaan pahala kurban.
Sementara hikmah berkurban paling agung adalah agar kita senantiasa mengingat Allah swt. Allah swt berfirman:
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang Dia karuniakan kepada mereka berupa hewan ternak. Tuhan kalian ialah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu serahkan diri kalian kepada-Nya. Sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Ayat ini mengisyaratkan kandungan hikmah ibadah kurban. Hikmah utama dari ibadah kurban adalah agar manusia senantiasa mengingat Allah swt. Selain itu, dalam ayat ini Allah swt juga hendak menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw diutus tak lain untuk melanjutkan ajaran-ajaran Nabi Ibrahim yang saat itu perlahan ditinggalkan.
Ibadah kurban lebih afdal dari sedekah biasa karena di dalam kurban sudah terkandung dimensi sedekah di samping pula terkandung dimensi sebagai salah satu syiar Allah. Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban. Pertama, dari segi usia.
Ibnu Qasim Al-Ghazzi menyebutkan kriteria usia hewan yang sah dijadikan kurban adalah domba berumur 1 tahun menginjak umur 2 tahun, kambing berumur 2 tahun menginjak umur 3 tahun, unta berumur 5 tahun menginjak umur 6 tahun, serta sapi berumur 2 tahun menginjak umur 3 tahun.”
Kedua, hewan tersebut harus terbebas dari cacat. Ada beberapa cacat yang manshush (dinyatakan Nabi Muhammad saw langsung) melalui sabdanya:
Tidak sah dijadikan hewan kurban (Jawa: picek), (2) yang jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang kakinya jelas-jelas pincang, dan (4) yang badannya sangat kurus dan tak berlemak.
Berdasarkan hadis ini para ulama bersepakat bahwa hewan ternak yang mengalami empat jenis cacat berat di atas tidak memadai untuk digunakan sebagai hewan kurban. Mereka juga bersepakat bahwa untuk kategori cacat ringan secara hukum tetap memadai. Berdasarkan hadis di atas pula, para ulama merumuskan sebuah kaidah khusus (dhabith) dalam menentukan kecacatan yang menyebabkan hewan ternak tidak mencukupi untuk dijadikan kurban.
Berkurangnya daging yang menyebabkan hewan ternak tidak sah dikurbankan ini tidak disyaratkan harus terjadi seketika. Namun seluruh hewan ternak yang dagingnya berkurang saat itu juga (hal) atau pun memiliki potensi kuat berkurang di kemudian hari (ma’al) maka hewan tersebut tidak sah dikurbankan.
Mengenai kelayakan berkurban menggunakan hewan ternak yang terjangkit PMK, dokter ahli yang dihadirkan pada forum Bahtsul Masail LBM PBNU pada 31 Mei 2022 memberikan fakta-fakta sebagai berikut;
- PMK adalah salah satu penyakit viral yang bersifat akut, sangat menular pada ternak (hewan berkuku belah), terutama sapi, kerbau, kambing, domba, babi, rusa, kijang, unta, dan gajah.
- Gejala klinis yang ditemukan pada hewan yang terjangkit PMK terkategori ringan adalah munculnya lesi di lidah dan gusi, demam hingga suhu tubuh mencapai 40-41 derajat celcius, nafsu makan menurun, lesi pada kaki, dan beberapa gejala lainnya. Pada tahapan gejala ringan ini hewan akan mengalami penurunan berat badan kisaran 1-2 kilogram per hari tergantung perawatan dan penanganan yang dilakukan. Sementara gejala klinis kategori berat ditandai dengan lepuhan besar yang jika pecah maka akan meninggalkan luka, pincang, penurunan berat badan, penurunan produksi susu secara signifikan, bahkan bisa sampai pada kematian hewan ternak.
- Daging hewan seperti sapi, kambing, domba, yang terjangkit PMK tetap aman untuk dikonsumsi, termasuk susu, atau pun organ lain yang bisa dikonsumsi. Namun, ada bagian organ tertentu seperti jeroan yang memerlukan penanganan khusus.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa gejala klinis hewan yang terjangkit PMK memiliki titik persamaan dengan beberapa contoh yang tersebut dalam hadis dan memenuhi kriteria ‘aib (cacat) sebagaimana dijelaskan di atas. Titik persamaan tersebut antara lain berupa penurunan berat badan pada gejala ringan, pincang, dan kematian. Dengan demikian hewan ternak yang terjangkit PMK dan bergejala klinis ringan–apalagi bergejala sedang dan berat–tidak mencukupi syarat untuk dijadikan hewan kurban.
Untuk lebih mengetahui dalil dari pernyataan-pernyataan di atas, silakan download di sini