Duh bolo konco prio wanito
Ojo mung ngaji syari’at bloko
Gur pinter dongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro
– KH. Abdurrahman Wahid, “Syi’ir Tanpo Waton”
Syiir Gus Dur di atas mengisyaratkan bahwa sebagai umat Islam (atau cenderung mengarah kepada santri) diharapkan tidak hanya bisa bercerita, membaca, dan menulis, melainkan juga memiliki kemampuan lain yang dapat dijadikan sandaran hidup di dunia. Sebab bagaimanapun, seperti dalam hadits Rasulullah Saw, siapa yang ingin hidup di dunia, maka harus memiliki ilmu dunia, siapa yang ingin hidup di akhirat, harus memiliki ilmu akhirat. Sementara jika kita hanya memiliki ilmu agama, berarti kita menyiapkan diri hidup di akhirat, dan kehidupan dunia terabaikan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, Pengajian Seneng Takon selalu menghadirkan tema-tema yang kontekstual sehingga dapat langsung diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dalam edisi bulan ini. Pengajian yang sudah memasuki putaran kelima ini mengangkat tema Ekonomi Digital: Peluang, Tata Kelola, dan Tantangannya.
Seperti sebelumnya, pengajian ini digelar pada tanggal yang sama setiap bulannya, yaitu 19 April 2019. Bedanya, kali ini diselenggarakan di Komplek Q, Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Pengajian dimulai pada pukul 19.30 WIB. Meski digelar di area pondok pesantren, pengajian ini terbuka untuk umum.
Penggagas sekaligus sebagai pembicara tetap adalah KH. M. Ikhsanudin, M.Si. (Ketua Lembaga Perguruan Tinggi PWNU DIY) dan dimoderatori oleh Micko Cakcoy Pathoknegoro. Untuk menyesuaikan dengan tema, panitia mengundang narasumber tamu, yaitu Mohammad Isnaini (Direktur Utama/CEO Suhu, PT Kata Suhu Kita) dan Mizan Rizqia.
“Kali ini kita mengambil tempat yang berbeda, disesuaikan dengan tema. Yang kita sasar pada edisi ini adalah anak-anak muda, terutama santri. Oleh sebab itu, kita tempatkan pengajian ini di pondok pesantren.” Jelas Budiantoro selaku ketua Pengajian Seneng Takon.
Menurutnya, santri harus memiliki berbagai keahlian praktis yang nantinya bisa dimanfaatkan ketika terjun ke masyarakat. Santri itu agen agama. Maksudnya, ia bisa berada di mana saja dan berprofesi sebagai apa saja, tetapi ia tetap mengemban tugas untuk mentransfer ilmu agama yang dimilikinya kepada masyarakat di mana berada. “Santri tidak harus jadi ustaz atau ustazah.” Tutupnya.
Pernyataan itu diamini oleh KH. M. Ikhsanudin. Menurutnya, di era 4.0 ini santri tidak boleh ketinggalan. Santri harus mampu bersaing di berbagai lini. Banyak santri yang menjadi pengusaha, dan itu bisa dimulai sejak sekarang. Era 4.0 menyediakan fasilitas bagi siapa pun yang mau memanfaatkannya.
“Kuncinya adalah kreatif. Santri harus kreatif, apalagi di era digital ini. Makanya kita hadirkan tema Ekonomi Digital. Kita ingin memberikan gambaran kepada santri tentang optimalisasi ekonomi digital sehingga mendapatkan peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan, bisa mengelolanya dengan baik, serta dapat menaklukkan segala tantangannya. Di era ini, santri harus paham ekonomi digital sebab itulah dunia yang mereka hadapi.” Tuturnya.
Oleh sebab itu, untuk meluaskan jangkauan, KH. M. Ikhsanudin juga mengajak IPNU IPPNU Kec. Mantrijeron Kota Yogyakarta untuk ikut aktif dalam pengajian tersebut.
Sebagaimana tradisi Pengajian Seneng Takon, kegiatan ekonomi dalam skala kecil juga disertakan, yaitu stand bazar. Panitia memberikan ruang bagi siapa saja untuk membuka stand bazar selama pengajian berlangsung. Namun harus menghubungi panitia agar dapat ditata rapi. Bagi yang berminat bisa menghubungi Cak Pipin di nomor 085645641872.
Selain itu, dimeriahkan juga dengan berbagai pertunjukan. Di antaranya adalah Hadroh Tsamrotul Muna dan Linda & Friends. Secara terbuka dan gartis, panitia mengundang seluruh masyarakat.